OJK Perpanjang Restrukturisasi Kredit dan Pembiayaan hingga 31 Maret 2024
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai
saat ini ketidakpastian ekonomi global tetap tinggi, utamanya disebabkan
normalisasi kebijakan ekonomi global oleh Bank Sentral AS (the Fed),
ketidakpastian kondisi geopolitik, serta laju inflasi yang tinggi.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia ke depan tidak terhindarkan
sebagaimana diprakirakan oleh berbagai lembaga internasional.
Di sisi lain, pemulihan perekonomian nasional
terus berlanjut seiring dengan lebih terkendalinya pandemi dan normalisasi
kegiatan ekonomi masyarakat. Sebagian besar sektor dan industri Indonesia telah
kembali tumbuh kuat. Sekalipun demikian, berdasarkan analisis mendalam
dijumpai beberapa pengecualian akibat dampak berkepanjangan pandemi Covid-19
(scarring effect).
Baca juga: OJK Luncurkan Aplikasi iBPR-S Dorong
Inklusi Keuangan Mikro dan Kecil
Sehubungan dengan perkembangan tersebut dan menyikapi akan
berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan pada Maret 2023,
OJK mengambil kebijakan mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu
(targeted) yang memerlukan periode restrukturisasi kredit atau pembiayaan
tambahan selama satu tahun sampai 31 Maret 2024.
Segmen UMKM yang mencakup seluruh sektor penyediaan
akomodasi dan makan-minum; dan Beberapa industri yang menyediakan lapangan
kerja besar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri
alas kaki. Kebijakan ini dilakukan secara terintegrasi dan berlaku bagi
perbankan dan perusahaan pembiayaan.
Baca juga: Survei OJK: Indeks Literasi dan Inklusi
Keuangan 2022 Meningkat
Sementara itu, kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan
yang ada dan bersifat menyeluruh dalam rangka pandemi Covid-19 masih
berlaku sampai Maret 2023. Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan pelaku usaha
yang masih membutuhkan kebijakan tersebut, dapat menggunakan kebijakan dimaksud
sampai dengan Maret 2023 dan akan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya
perjanjian kredit/pembiayaan antara LJK dengan debitur.
OJK akan terus mencermati perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian nasional, termasuk fungsi intermediasi dan stabilitas sistem keuangan. Dalam kaitan itu, OJK tetap meminta agar LJK mempersiapkan buffer yang memadai untuk memitigasi risiko-risiko yang mungkin timbul.