BRI Rampungkan 54,5 Persen Restrukturisasi Kredit COVID-19
Seiring dengan pulihnya segmen UMKM,
restrukturisasi kredit PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau
BRI juga semakin melandai. BRI telah menyiapkan langkah antisipasi
dengan menyiapkan pencadangan yang cukup jika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak memperpanjang kebijakan
restrukturisasi kredit berakhir pada Maret 2023.
Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto mengungkapkan
nilai restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 di BRI yang telah menurun
signifikan sebesar 54,5 persen dari Rp256,1 saat awal pandemi, menjadi Rp116,45
triliun pada akhir kuartal III 2022. Secara beriringan, jumlah nasabah
restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 sudah berkurang hingga 2,5 juta
nasabah.
“Saat ini jumlah nasabah yang tersisa itu 1,4 juta nasabah.
Jadi turun 2,5 juta dari posisi tertinggi restrukturisasi COVID-19 BRI pada
September 2020 sebesar 3,9 juta nasabah. Jadi sudah turun 2,5 juta, saat ini
1,4 juta nasabah dan terus kami monitor supaya kita bisa jaga kualitasnya
dengan tetap baik,” ujarnya.
Baca juga: OJK Perpanjang Restrukturisasi Kredit dan Pembiayaan hingga 31 Maret 2024
Hal ini diikuti oleh kemampuan BRI dalam menjaga kualitas
aset sebagaimana ditinjau dari penurunan Loan At Risk
(LAR) dan Non Performing Loan (NPL). Angka LAR BRI pada kuartal
III-2022 diketahui sebesar 19,3 persen atau jauh menyusut dibandingkan periode
September 2021 yang mencapai 25,62 persen.
Kemampuan BRI dalam menjalankan fungsi manajemen risiko yang
baik juga dapat diilihat dari NPL perseroan yang manageable di level
3,09 persen pada kuartal III 2022. Kendati demikian, BRI tetap melakukan
langkah-langkah antisipatif dengan menyiapkan NPL Coverage sebesar 278,79
persen dimana angka ini meningkat dibandingkan dengan NPL Coverage di akhir kuartal
III tahun lalu yang sebesar 252,86 persen.
Kesiapan pencadangan serta fungsi manajemen risiko yang
berjalan baik membuat BRI tidak khawatir apabila OJK menghentikan kebijakan
restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 yang berakhir pada Maret 2023. Oleh
karena itu, BRI menempuh strategi soft landing strategy untuk menjaga
kualitas aset agar tetap sehat dan prudent.
Baca juga: Bisnis UMKM Tetap Tumbuh di Tengah Kenaikan
Inflasi
Agus menambahkan, BRI siapkan pada saat itu adalah
pencadangan yang memadai, kemudian BRI lakukan restrukturisasi dengan terukur
yang mengikuti ketentuan. Dan ini bisa terus berjalan dengan baik dan optimis
bahwa nanti seandainya memang kebijakan relaksasi itu tidak diteruskan secara
bank sudah siap.
“Karena pencadangan yang sudah kita lakukan sudah sangat
memadai. Saat ini pencadangan khusus COVID-19 hampir Rp30 triliun yaitu Rp29,95
triliun, atau hampir 26 persen dari outstanding restrukturisasi COVID-19 di BRI,”
tegasnya.
Selain itu aspek likuiditas dan permodalan perseroan yang
memadai membuat BRI masih dapat memacu kinerja intermediasi untuk
menumbuhkembangkan UMKM. Likuiditas BRI secara konsolidasi masih terjaga,
dengan rasio LDR mencapai 88,51 persen pada kuartal III 2022 Sedangkan LDR yang
optimal ada di level 92 persen. Sehingga untuk memacu pertumbuhan, likuiditas
BRI masih sangat cukup.
Baca juga: Di Kuartal III 2022, BRI Catat Laba Bersih
Rp39,31 Triliun
Sejalan dengan misi pemulihan ekonomi, BRI tercatat memiliki
permodalan yang kuat untuk memacu ekspansi kredit. Hal ini tercermin
dari Capital Adequacy Ratio (CAR) secara konsolidasi yang mencapai 26
persen.
Sementara itu, total aset BRI hingga kuartal III-2022 mampu
tumbuh 4 persen year on year (yoy) menjadi Rp1.684,60 triliun.
Pertumbuhan aset itu terjadi sejalan dengan meningkatnya penyaluran kredit,
hingga akhir September 2022, total kredit dan pembiayaan BRI Group tercatat
mencapai Rp1.111,48 triliun atau tumbuh 7,92 persen yoy.
Secara khusus, portofolio kredit UMKM BRI tercatat meningkat sebesar 9,83 persen yoy dari Rp852,12 triliun di akhir September 2021 menjadi Rp935,86 triliun di akhir September 2022. Hal ini menjadikan proporsi kredit UMKM dibandingkan total kredit BRI terus meningkat menjadi sebesar 84,20 persen.