Sinergi Digital Rupiah dan Perdagangan Aset Kripto Masuk Industri Web3
Bank Indonesia akhirnya merilis white paper pengembangan Central
Bank Digital Currency (CBDC) yang dinamakan Digital Rupiah. Penerbitan white
paper ini merupakan langkah awal Proyek Garuda, yaitu sebuah inisiatif yang
memayungi berbagai eksplorasi dan diharapkan menjadi katalisator pengembangan
desain CBDC ke depan.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo)
Teguh Kurniawan Harmanda, menyambut baik dan mengapresiasi diterbitkannya white
paper CBDC Digital Rupiah yang telah dinantikan cukup lama.
Dengan adanya white paper ini menjadi langkah baik untuk
mengekplorasi desain CBDC yang tepat untuk Indonesia ke depan dan hubungannya
dengan perdagangan aset kripto,
serta pengembangan adopsi blockchain.
Baca juga: CBDC
dan Aset Kripto Dalam Inklusi Keuangan di Indonesia
“Ini sebuah kemajuan besar dalam pendekatan penerbitan CBDC
di Indonesia solusi future proof yang prospektif. Benar, perkembangan CBDC
bukanlah pilihan, melainkan keniscayaan. Cepat atau lambat Indonesia harus
mengarah ke sana. Jika CBDC dirancang dengan hati-hati, berpotensi menawarkan
lebih banyak ketahanan, lebih aman, ketersediaan lebih besar, dan biaya lebih
rendah,” kata pria yang akrab disapa Manda.
Manda menjelaskan pihaknya siap bersinergi dengan Bank
Indonesia dan seluruh pemangku kepentingan dalam mencapai penerbitan Digital
Rupiah. Hal ini terkait sinergi dalam proyek Garuda akan menyasar tujuh area
prioritas yang bersifat non-exhaustive. Salah satunya area perdagangan aset
kripto, termasuk penggunaan Digital Rupiah pada ekosistem Web3.
Baca juga: Exchange Kripto Sebagai
Gateway Dunia Web3
"Sebagai pelaku usaha di industri perdagangan aset
kripto dan Web3, kami dari asosiasi siap melakukan koordinasi dan kerja sama
untuk pengoptimalan Digital Rupiah ke depan. Tidak ada satu ukuran pun yang
cocok untuk semua. Tidak ada kasus universal untuk CBDC karena sistem ekonomi setiap
negara berbeda," jelas Manda.
Digital Rupiah dan Web3
Dijelaskan dalam white paper Digital Rupiah didesain untuk
dilengkapi dengan berbagai jenis penggunaan (use cases), baik di ekosistem wholesale
maupun ritel. Digital Rupiah akan menjadi aset settlement untuk berbagai jenis
transaksi di pasar barang dan jasa maupun pasar keuangan, baik yang berada di
ekosistem tradisional maupun ekosistem digital, seperti ekosistem Web3 termasuk
di dalamnya decentralized finance (DeFi) dan metaverse.
"Kami menyambut positif keberadaan Digital Rupiah. Ini
bisa menjadi gateway untuk berbagai layanan di ekosistem Web3, termasuk di
dalamnya DeFi dan metaverse. Dengan begitu pengembangan dan adopsi teknologi
blockchain akan semakin masif di Indonesia dan menciptakan talenta serta
peluang untuk developer lokal mengembangkan bisnisnya," jelas Manda.
Baca juga: Melihat Potensi Token Kripto
Menjelang Piala Dunia 2022
Di sisi lain, peraturan setingkat Undang-Undang yang ada
belum dapat menjadi landasan bagi Digital Rupiah untuk berstatus legal tender.
Status tersebut diperlukan Digital Rupiah untuk menjadi jangkar dalam berbagai use
cases ekosistem Web3, termasuk DeFi dan metaverse.
Sementara itu, status legal tender menurut UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang melekat pada uang kertas dan uang logam yang pada prinsipnya tidak dapat digunakan di dalam ekosistem Web3.