Mengenal Istilah DNDF dalam Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah
Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 16-17 November
2022, salah satu respons bauran kebijakannya untuk memperkuat stabilisasi nilai
tukar Rupiah sebagai bagian untuk pengendalian inflasi dengan intervensi di
pasar valas baik melalui transaksi spot, Domestic Non Deliverable
Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di
pasar sekunder.
Transaksi DNDF dapat digunakan pelaku pasar sebagai
instrumen lindung nilai atas risiko nilai tukar rupiah, namun juga dapat
digunakan oleh Bank Indonesia dalam melakukan operasi moneter. Sebenarnya apa
sih DNDF ini?
Mengutip laman resmi Bank Indonesia, transaksi DNDF pada
prinsipnya adalah transaksi non delivery forward valuta asing
terhadap Rupiah, namun penyelesaiannya atau dana yang dipindahkan hanya sebesar
selisih kurs yang terjadi (selisih antara kurs acuan dengan kurs yang
disepakati).
Baca juga: BI 7-Day Reverse Repo Rate Naik 50 Bps
Menjadi 5,25 Persen
Sesuai ketentuan Bank Indonesia, penyelesaian transaksi DNDF
wajib dibayarkan dalam mata uang Rupiah. Kurs acuan USD/IDR yang digunakan
dalam transaksi DNDF wajib menggunakan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate
(JISDOR).
Saat ini Bank Indonesia juga telah mempublikasikan kurs
acuan non-USD/IDR di website Bank Indonesia yang dapat digunakan untuk
transaksi DNDF antara Rupiah dengan mata uang lainnya. Transaksi DNDF hanya
diperkenankan apabila pelaku pasar memiliki riil kebutuhan lindung nilai dan
untuk memberikan pemahaman tentang mekanisme transaksi DNDF.
Sebagai contoh, Pak Anwar adalah seorang importir, berencana
akan membeli dolar untuk membayar utang dalam 3 bulan lagi. Pak Anwar melakukan
transaksi DNDF beli dengan Bank Y sebesar 1 juta dolar AS dengan jangka
waktu/tenor selama 3 bulan dengan kurs yang disepakati USD/IDR 15.100.
Baca juga: Industri Fintech Lending Mampu Perkecil
Credit Gap di Indonesia
Namun, pada saat fixing date (2 hari sebelum jatuh
waktu/settlement date) kurs acuan yaitu JISDOR sebesar USD/IDR 15.000, sehingga
Pak Anwar diharuskan membayar selisih kurs sebesar Rp100 juta pada
saat settlement date. Angka ini didapatkan dari (Rp15.100-Rp15.000) x 1
juta dolar AS.
Bagaimana jika seorang eksportir misalnya Pak Beni yang
ingin menjual USD 2.000.000 dan saat fixing date, kurs acuan (JISDOR)
sebesar Rp.15.000? Berbeda dengan Pak Anwar yang harus membayar selisih kurs,
Pak Beni akan menerima besar selisih kurs, yaitu Rp200jt yang didapatkan dari (Rp15.100-Rp15.000)
x 2 juta dolar AS. Perbedaan ini terletak pada kata membeli atau menjual.
Transaksi DNDF dapat dilakukan antara bank dan nasabah
maupun antarbank. Untuk transaksi DNDF di atas threshold yang
ditentukan harus memiliki Underlying Transaksi untuk kegiatan
kegiatan transaksi berjalan (current account), dan kegiatan transaksi finansial
(financial account).
Baca juga: Survei DBS dan Bloomberg: 99% UKM Indonesia
Prioritaskan Aspek ESG
Selain itu, transaksi DNDF harus memiliki kegiatan transaksi
modal (capital account), kredit atau pembiayaan dari Bank kepada Penduduk untuk
tujuan perdagangan dan investasi, perdagangan barang dan jasa di dalam negeri
dan Underlying Transaksi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Transaksi DNDF dapat
menggunakan Underlying Transaksi berupa penempatan dana dalam Rupiah
milik Bukan Penduduk dan deposito dalam valuta asing yang telah ditempatkan
paling singkat selama satu bulan, khusus untuk Transaksi DNDF jual.
Transaksi DNDF ini dapat menjadi salah satu instrumen untuk melakukan lindung nilai dan menekan risiko nilai tukar Rupiah dan dinilai dapat memperkuat stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia juga dapat melakukan transaksi DNDF melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) lelang transaksi DNDF antara perbankan dengan BI.