LPS Naikkan Tingkat Bunga Penjaminan Simpanan Rupiah
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
menetapkan untuk menaikkan Tingkat
Bunga Penjaminan (TBP) bagi simpanan dalam Rupiah di Bank Umum dan BPR
masing-masing sebesar 25 bps, serta untuk simpanan dalam valuta asing (valas)
di Bank Umum sebesar 50 bps.
Dengan kenaikkan tersebut, maka TBP Rupiah di Bank Umum
sebesar 3,75 persen dan valas menjadi 0,75 persen. Kemudian TBP Rupiah di Bank
Perkrediatan Rakyat (BPR) menjadi 6,25 persen. TBP tersebut berlaku sejak
tanggal 1 Oktober 2022 sampai dengan 31 Januari 2023.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan,
beberapa pertimbangan yang mendasari kebijakan tersebut, antara lain, memberi
ruang perbankan merespon kebijakan suku bunga bank sentral dengan menjaga
kecukupan cakupan penjaminan dan tetap suportif bagi fungsi intermediasi
perbankan.
Baca juga: Bank Indonesia Naikkan BI7DRR
50 bps Jadi 4,25℅
"Kebijakan tersebut juga mempertimbangkan, transmisi
kenaikan suku bunga acuan terhadap suku bunga simpanan di tengah likuiditas
perbankan yang masih longgar, memperkuat sinergi kebijakan dengan otoritas lain
dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi, dan cakupan penjaminan yang masih
cukup stabil," ujarnya dalam Konferensi Pers Penetapan TBP.
Nantinya, LPS secara berkelanjutan akan terus melakukan
asesmen dan evaluasi terhadap perkembangan kondisi perekonomian dan perbankan
yang signifikan serta berpotensi mempengaruhi penetapan.
Selanjutnya, sesuai dengan peraturan yang berlaku, bank
wajib memberitahukan kepada nasabah penyimpan mengenai tingkat bunga penjaminan
simpanan yang berlaku dengan menempatkan informasi dimaksud pada tempat yang
mudah diketahui oleh nasabah penyimpan.
Baca juga: Inflasi September 2022 Sentuh
1,17% Dampak Kenaikan Harga BBM
LPS juga mengingatkan bahwa apabila nasabah penyimpan
menerima hasil bunga melebihi Tingkat Bunga Penjaminan LPS, maka simpanan
nasabah tidak memenuhi kriteria penjaminan LPS.
Terkait dengan kondisi likuiditas perbankan terkini, Purbaya
mengatakan, walau GWM (Giro Wajib Minimum/dana atau simpanan minimum yang harus
dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro yang ditempatkan di Bank
Indonesia) dinaikkan, suku bunga naik, dan TBP juga naik.
Namun pihaknya melihat kondisi likuiditas dipengaruhi secara
overall dari berbagai bauran kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan yakni,
Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan dan juga LPS.
Baca juga: BPS: Pertumbuhan ekonomi
Indonesia di kuartal II 2022 Capai 5,44%
“Indikator yang paling mudah adalah pertumbuhan M0 itu
sekarang masih 32 persen, itu jauh di atas level saat kita mengalami kondisi di
awal tahun 2020, dimana saat itu minus 14,4 persen. Jadi kondisi secara riil
likuiditas perbankan kita secara keseluruhan itu amat baik,” jelasnya.
Adapun, fundamental kondisi perbankan yang relatif kuat
ditunjukkan dengan rasio permodalan (KPMM) industri yang berada di level 24,83%
dan rasio alat likuid (AL/NCD) di kisaran 117,99%.