Pentingnya Kanal Digital untuk Pengembangan Usaha UMKM di Daerah
PT Amartha Mikro Fintek
(Amartha), microfinance marketplace yang berfokus pada pemberdayaan
pengusaha ultra mikro lewat layanan keuangan inklusif, meluncurkan hasil riset
terbaru yang bertajuk ‘The Indonesia Grassroots Entrepreneurs Report’.
Temuan utama riset ini menunjukkan bahwa pelaku UMKM di Indonesia
sudah memiliki tingkat inklusi keuangan yang baik, namun tidak banyak UMKM yang
sudah memanfaatkan kanal digital untuk mengembangkan usaha mereka.
Dalam menjalankan riset ini, Amartha menggandeng Katadata
Insight Center untuk mengetahui lanskap UMKM Indonesia terhadap penggunaan
produk keuangan dan adopsi digital. Riset ini diukur menggunakan Amartha Prosperity
Index, yaitu sebuah indeks yang disusun untuk memahami bagaimana kondisi pelaku
UMKM pada saat ini dalam ranah perilaku finansial dan digital.
Baca juga: Tumbuh 78%, Amartha Salurkan
Pendanaan Rp1,5 Triliun di Semester I 2022
Rezki Warni, AVP Marketing & PR Amartha memamaparkan, Amartha
sebagai perusahaan yang fokus pada pengembangan UMKM, melakukan riset ini
dengan tujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mendukung kemajuan
UMKM, terutama dari sisi inklusi keuangan dan adopsi digital. Harapannya, riset
ini dapat menjadi referensi bagi berbagai stakeholder, untuk bersama-sama
mengambil peran dalam memajukan UMKM Indonesia.
Survei ini dilakukan pada bulan November 2021 dan
melibatkan 402 orang pelaku usaha mikro dan ultra mikro yang tersebar di
beberapa wilayah di Indonesia, yaitu Bodetabek, Jawa Tengah, Yogyakarta,
Lampung, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Riset ini mengutamakan
responden yang berdomisili di wilayah sub-urban, sesuai dengan karakteristik
mitra Amartha.
Hasil Pengukuran Dimensi Amartha Prosperity Index
Amartha Prosperity Index Indeks membagi pengukuran menjadi
tiga dimensi utama yang mengukur kesejahteraan berdasarkan tingkat inklusi
keuangan, penggunaan produk finansial tingkat lanjutan, dan adopsi digital bagi
UMKM.
Pada dimensi inklusi keuangan, skornya sangat baik dengan
nilai 84,33, artinya sebagian besar pelaku UMKM memiliki satu atau lebih produk
layanan keuangan, meskipun tidak digunakan setiap hari. Pengguna aktif berasal
dari UMKM di bidang jasa dan perdagangan.
Baca juga: Urgensi Transformasi Digital
Sebagai Kunci Bisnis UMKM Naik Kelas
Pada dimensi penggunaan produk keuangan tingkat lanjut,
skornya cukup rendah yaitu 29,98. Mayoritas UMKM masih menggunakan uang tunai.
Layanan non-tunai dan perbankan belum dipilih karena dinilai sulit untuk
menggunakannya.
Kemudian untuk dimensi adopsi digital berada di skor baik
yaitu 66,08. Kepemilikan smartphone dan internet sudah tinggi namun
penggunaannya hanya sebagai hiburan semata dan bukan untuk kebutuhan produktif
yang dapat menunjang usaha. Sementara kendala bagi yang tidak menggunakan
perangkat digital dan internet disebabkan oleh keterbatasan dan kualitas
jaringan serta persepsi harga internet yang mahal.
“Pertama karena memang belum terpapar dengan pengetahuan
bahwa aplikasi digital itu banyak bisa digunakan untuk menunjang bisnis, jadi bukan
hanya untuk akses hiburan,” kata Dewi Meisari selaku Chief Editor
UKMIndonesia.id.
Baca juga: Pentingnya Hak Kekayaan Intelektual
dalam Keberlanjutan Bisnis
Kedua, terkait dengan transaksi keuangan atau jual beli,
masih banyak yang belum bisa percaya dengan keamanan transaksinya karena
uangnya tidak muncul dalam bentuk fisik. Ketiga, mereka sudah tertarik tapi
takut mencoba jadi perlu adanya pendampingan yang membantu mereka secara step
by step,” tambah Dewi.
Rekomendasi bagi stakeholder
Berdasarkan hasil riset ini, Amartha merekomendasikan
beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh berbagai stakeholder untuk turut
mendukung pengembangan potensi UMKM lokal. Bagi pemain di sektor fintech,
pendampingan dan edukasi yang dilakukan secara berkala dapat mendorong pelaku
UMKM untuk lebih percaya diri dalam mengadopsi teknologi dan mengembangkan
usahanya.
“Memang diperlukan pendekatan personal seperti menyediakan
tenaga lapangan atau agen untuk melakukan edukasi dan pendampingan bagi UMKM,
supaya mereka lebih terbuka pada teknologi. Jadi penetrasinya bisa lebih mudah
karena dibantu agen di lapangan,” lanjut Rezki.
Dari sisi regulator, sangat direkomendasikan untuk
menciptakan ekosistem layanan perbankan yang lebih inklusif, yang dapat
menjangkau pelaku ekonomi informal di daerah-daerah. Misalnya dengan kebijakan
perizinan yang mudah, pembebasan biaya transaksi bagi pelaku UMKM, hingga
penyediaan infrastruktur digital yang merata.
Baca juga: Amartha Catatkan Pertumbuhan
Pendanaan 2 Kali Lipat di Sumatera
Menurut Rezki, masyarakat umum juga dapat berkontribusi
untuk mendukung kemajuan UMKM di Indonesia. Misalnya dengan bangga menggunakan
produk UMKM lokal, serta menjadikan UMKM sebagai alternatif diversifikasi
portofolio investasi.
“Masyarakat dapat menyalurkan pendanaannya lewat platform yang menyediakan layanan keuangan inklusif, seperti Amartha. Kolaborasi dengan banyak pihak, tentunya dapat mengakselerasi pertumbuhan UMKM di Indonesia,” pungkas Rezki.