Literasi dan Lapangan Pekerjaan Sektor Blockchain di Indonesia
Salah satu hambatan perkembangan teknologi blockchain
di Indonesia adalah persoalan literasi. Sebagian masyarakat awam masih
memandang blockchain adalah aset
kripto atau bahkan menyebutnya dengan Bitcoin. Faktanya kedua hal itu berbeda, walaupun saling
berkaitan.
Peningkatan pemahaman literasi
konsep teknologi blockchain juga
beriringan dengan menciptakan kualitas sumber daya manusia. Pemanfaatan
teknologi blockchain membutuhkan
akselerasi penguasaan teknologi digital, sehingga dapat membuka lapangan
pekerjaan baru yang lebih luas dan masif.
Baca juga: Teknologi Blockchain Bisa Ciptakan Efek Multiplier Positif
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset
Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda mengungkapkan, dengan meningkatnya
pamor aset kripto, banyak orang yang ingin terlibat lebih jauh dalam pekerjaan
di bidang blockchain.
"Menelisik lebih jauh, tak
bisa dipungkiri seiring dengan meningkatnya pamor aset kripto, banyak orang
yang ingin terlibat lebih jauh dalam pekerjaan di bidang blockchain, dalam berbagai proyek serta yang tak kalah penting
peran teknologi di belakangnya yang bahkan mampu menggeser pekerjaan di sektor
konvensional," tutur pria yang akrab disapa Manda.
Baca juga: Belajar dari Perintah Eksekutif Joe Biden tentang Aset Kripto
Pertumbuhan investasi aset kripto
yang eksponensial turut membuat masyarakat semakin tertarik dengan teknologi blockchain. Maka demikian, bisa dibilang
perdagangan aset kripto di Indonesia sebagai perintis penggunaan blockchain yang telah diatur resmi oleh
Bappebti di bawah Kementerian Perdagangan.
Kepastian regulasi dan literasi yang masif tidak menutup kemungkinan banyak pemangku kepentingan yang akan lebih terbuka menerima teknologi ini di masa mendatang. "Percayalah bahwa semua akan ter-blockchain pada waktunya," pungkas COO Tokocrypto ini.