DJSN: Permenaker JHT Sudah Sesuai Amanat UU SJSN
Terbitnya Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata
Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) diharapkan dapat
mewujudkan jaminan sosial yang benar-benar holistik.
Pemerintah memandang perlu untuk mengembalikan program JHT sesuai dengan
fungsinya, mengingat sudah ada program JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan)
sebagai bentuk perlindungan bagi Pekerja yang mengalami PHK.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Indra
Budi Sumantoro mengatakan, kebijakan tersebut merupakan upaya Pemerintah agar
program JHT dikembalikan sesuai dengan fungsinya, mengingat sudah ada program
JKP yang memberikan tiga jenis manfaat.
Baca juga: Isi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 Soal JHT Cair Saat Usia 56 Tahun
Tiga manfaat itu, yaitu manfaat tunai selama maksimum enam
bulan dengan 45 persen upah selama tiga bulan pertama dan 25 persen upah selama
3 bulan berikutnya, manfaat pelatihan kerja, dan manfaat sistem informasi pasar
kerja.
“Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 telah sesuai dengan amanat
yang tertera pada UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional,”
ujar Indra Budi Sumantoro pada Sosialisasi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022
dikutip dari laman resmi DJSN.
Pada Pasal 37 ayat (1) yang menyebutkan, manfaat JHT berupa
uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun,
meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. Dalam Permenaker tersebut,
pekerja yang mengalami PHK atau mengundurkan diri dapat mengajukan klaim
manfaat JHT yang pembayarannya diberikan pada saat peserta memasuki usia 56
tahun.
Baca juga: Masih Ada Waktu, Ini Syarat dan Cara Mencairkan JHT Sebelum Usia 56 Tahun
Ketentuan ini juga sesuai dengan PP No. 60 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas PP No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT yang
mengelompokkan eligibilitas PHK dan mengundurkan diri sebagai bagian dari
kategori memasuki usia pensiun untuk mengambil manfaat JHT, yakni 56
tahun.
Indra menjelaskan, tantangan jangka panjangnya adalah bonus
demografi dan populasi yang semakin menua yang diperkirakan terjadi setelah
tahun 2030. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, rasio ketergantungan
penduduk lanjut usia terus meningkat setiap tahunnya. Untuk melindungi pekerja
dari risiko tersebut, program JHT dimanfaatkan sebagai perlindungan dasar hari
tua bagi pekerja.
Selain itu, Pemerintah telah menyediakan berbagai jenis
kebijakan dan program jaminan sosial untuk melindungi pekerja ketika menghadapi
berbagai risiko, termasuk perlindungan menyeluruh bagi pekerja yang berhenti
bekerja.
Baca juga: Apa Bedanya Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan?
“Terdapat berbagai lini yang menjadi bantalan bagi para
pekerja yang mengalami PHK, pekerja PKWT yang telah habis masa kerjanya, dan
pekerja yang mengudurkan diri. Seperti JKP, Kartu Pra Kerja, Kredit Usaha
Rakyat (KUR), dan sebagainya,” kata Indra.
Lanjutnya, pekerja bisa tetap terus produktif baik dengan
bekerja kembali dan melanjutkan kepesertaan JHT sebagai peserta PPU BU (Pekerja
Penerima Upah Badan Usaha) ataupun beralih profesi dengan berwirausaha dan
melanjutkan kepesertaan JHT sebagai PBPU (Peserta Bukan Penerima Upah).
“Sehingga peserta akan mendapat manfaat JHT saat memasuki
usia pensiun (56 tahun), meninggal dunia, atau ketika cacat total tetap. Hal
ini sesuai dengan salah satu prinsip SJSN, yaitu prinsip portabilitas. Prinsip
ini berupaya memberikan jaminan secara berkelanjutan. Pada dasarnya, jaminan
sosial ketenagakerjaan hadir untuk memberikan perlindungan dan
kesejahteraan bagi setiap pekerja,” jelas Indra.