Isi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 Soal JHT Cair Saat Usia 56 Tahun
Kementerian Ketenagagakerjaan menerbitkan aturan baru
terkait program Jaminan Hari Tua (JHT).
Beleid itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
(Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Salah satu poin menarik yang kini menjadi perdebatan adalah
terkait pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT), di mana peserta baru bisa
mencairkan dan JHT saat berusia 56 tahun. Bunyi aturan itu tercantum dalam Bagian
Kedua Peserta Mencapai Usia Pensiaun Pasal 3 Permenaker No 2 Tahun 2022.
Permenaker tersebut ditandatangani oleh Menteri Ketenagakerjaaan
Ida Fauziah pada 2 Februari 2022. Peraturan menteri ini akan mulai berlaku
setelah tiga bulan terhitung sejak tanggal diundangkan. Artinya, beleid JHT
ini akan berlaku mulai Mei 2022.
Baca juga: Apa Bedanya Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan?
Berikut detail isi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
(Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran
Manfaat Jaminan Hari Tua.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud:
1. Jaminan Hari Tua yang selanjutnya disingkat JHT adalah
manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat Peserta memasuki usia
pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
2. Peserta JHT yang selanjutnya disebut Peserta adalah
setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan
di Indonesia yang telah membayar iuran.
3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang
selanjutnya disebut BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang
dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
4. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah identitas
sebagai bukti kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki nomor identitas
tunggal yang berlaku untuk semua program jaminan sosial ketenagakerjaan yang
diterbitkan oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan penahapan kepesertaan.
Pasal 2
Manfaat JHT dibayarkan kepada Peserta jika:
a. Mencapai usia pension
b. Mengalami cacat total tetap, atau
c. Meninggal dunia.
Baca juga: Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Apa Manfaatnya?
Pasal 3
Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada Peserta pada saat
mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.
Pasal 4
1. Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 termasuk juga Peserta yang berhenti bekerja.
2. Peserta yang berhenti bekerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. Peserta mengundurkan diri
b. Peserta terkena pemutusan hubungan kerja, dan
c. Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
Pasal 5
Manfaat JHT bagi Peserta mengundurkan diri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan Peserta terkena pemutusan hubungan
kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b diberikan pada saat
Peserta mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.
Pasal 6
1. Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggalkan Indonesia
untuk selama-lamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c
diberikan kepada Peserta yang merupakan warga negara asing.
2. Manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
pada saat sebelum atau setelah Peserta meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya.
Baca juga: Potret Jaminan Sosial Indonesia Sebelum dan Saat Pandemi Covid-19
Pasal 7
1. Manfaat JHT bagi Peserta yang mengalami cacat total
tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b diberikan kepada Peserta yang
mengalami cacat total tetap sebelum mencapai usia pensiun.
2. Hak atas manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperhitungkan mulai tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah Peserta
ditetapkan mengalami cacat total tetap.
3. Mekanisme penetapan cacat total tetap dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 8
1. Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggal dunia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c diberikan kepada ahli waris Peserta.
2. Ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Janda
b. Duda, atau
c. Anak.
3. Dalam hal janda, duda, atau anak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak ada, manfaat JHT diberikan sesuai urutan sebagai berikut:
a. Keturunan sedarah Peserta menurut garis lurus ke atas dan
ke bawah sampai derajat kedua
b. Saudara kandung
c. Mertua, dan
d. Pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh Peserta.
4. Dalam hal pihak yang ditunjuk dalam wasiat Peserta
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d tidak ada, manfaat JHT dikembalikan
ke Balai Harta Peninggalan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Baca juga: Kapan Kelas Rawat Inap Standar JKN Mulai Diberlakukan?
Pasal 9
1. Pengajuan manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia
pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dengan melampirkan:
a. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan, dan
b. Kartu tanda penduduk atau bukti identitas lainnya.
2. Persyaratan pengajuan manfaat JHT bagi Peserta yang
mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi
Peserta yang mengundurkan diri dan Peserta yang terkena pemutusan hubungan
kerja.
3. Pengajuan manfaat JHT bagi Peserta yang meninggalkan
Indonesia untuk selama-lamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
huruf c dengan melampirkan:
a. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan
b. Surat pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia, dan
c. Paspor.
Pasal 10
Pengajuan manfaat JHT bagi Peserta yang mengalami cacat
total tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dengan melampirkan:
a. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan
b. Surat keterangan dokter pemeriksa dan/atau dokter
penasihat, dan
c. Kartu tanda penduduk atau bukti identitas lainnya.
Pasal 11
1. Pengajuan manfaat JHT oleh ahli waris bagi Peserta yang
meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dengan melampirkan:
a. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan,
b. Surat keterangan kematian dari dokter atau pejabat yang
berwenang
c. Surat keterangan ahli waris dari pejabat yang berwenang
atau surat penetapan ahli waris dari pengadilan
d. Kartu tanda penduduk atau bukti identitas lainnya dari
ahli waris, dan
e. Kartu keluarga.
2. Dalam hal Peserta yang meninggal dunia merupakan warga
negara asing, pengajuan manfaat JHT oleh ahli waris Peserta dengan melampirkan:
a. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan
b. Surat keterangan kematian dari pejabat yang berwenang
c. Surat keterangan ahli waris dari kantor perwakilan negara
tempat Peserta berasal, dan
d. Paspor atau bukti identitas lainnya dari ahli waris.
Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan Ungkap Pentingnya Sickness Benefit di Masa Pandemi
Pasal 12
1. Lampiran persyaratan pengajuan manfaat JHT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 11 dapat berupa dokumen elektronik
atau fotokopi.
2. Penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara daring dan/atau luring.
Pasal 13
Manfaat JHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dibayarkan
secara tunai dan sekaligus oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada Peserta atau ahli
warisnya jika Peserta meninggal dunia.
Pasal 14
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1230), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 15
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.