LPS: Relaksasi Keterlambatan Premi agar Perbankan Leluasa Mengelola Likuiditas
Ketua Dewan Komisioner Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan akan terus
berupaya dan mendukung penuh sustainable
recovery economy semaksimal mungkin dengan kewenangan yang dimilikinya.
Ini disampaikan Purbaya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP)
antara Komisi XI DPR-RI dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). “LPS
sebagai salah satu anggota KSSK akan selalu mendukung setiap bauran kebijakan
bersama-sama dengan Kemenkeu, BI dan OJK,” ujarnya.
Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh LPS untuk mendukung
pemulihan ekonomi, di antaranya dengan relaksasi denda keterlambatan pembayaran
premi penjaminan maupun relaksasi batas waktu pelaporan bank dan kebijakan
Tingkat Bunga Penjaminan (TBP).
Baca juga: LPS Pertahankan Tingkat Bunga Penjaminan 3,50 Persen
Seiring dengan kebijakan TBP, suku bunga deposito 1-3 bulan terpantau
mengalami penurunan sebesar 148 bps dan 139 bps. Hal tersebut turut
berkontribusi dalam penurunan cost of
fund perbankan sehingga mendukung penurunan suku bunga kredit.
“Jadi suku bunga penjaminan LPS sekarang sudah selaras
dengan suku bunga Bank Indonesia (BI), sehingga kami
akan lebih mendukung transmisi kebijakan moneter dari Bank Indonesia,”ujarnya di
Ruang Rapat Komisi XI DPR-RI.
Menurut Purbaya, LPS juga menetapkan kebijakan relaksasi
denda keterlambatan pembayaran premi penjaminan yang dimulai sejak semester II
tahun 2020, dan selanjutnya diperpanjang sampai dengan semester II 2022.
Baca juga: Peserta BI-FAST Bertambah 22, Berikut Daftar Lengkapnya
“Ini bertujuan agar perbankan bisa lebih leluasa mengelola
likuiditasnya. Untuk pembayaran premi penjaminan periode II 2021 dengan batas
waktu pembayaran sesuai kebijakan relaksasi adalah tanggal 31 Januari 2022,
terdapat beberapa bank umum dan BPR yang telah memanfaatkan kebijakan
tersebut,” tambahnya.
Selanjutnya, LPS pun turut memberikan relaksasi batas waktu
kewajiban penyampaian laporan keuangan bulanan bank umum, laporan posisi
simpanan dan laporan data Single Customer View (SCV). Selain itu, LPS telah
menerbitkan ketentuan terkait penyusunan rencana resolusi bank.
“Resolution plan
bagi bank sistemik dan bank umum dengan kriteria tertentu, yang berperan
meningkatkan persiapan dan penanganan bank, adapun penyusunan resolution plan
dimulai pada tahun 2022 untuk setiap 2 tahun sekali.” jelasnya.
Baca juga: LPS: Bunga Khusus Tidak Dilarang Tetapi Nasabah Harus Pahami Risikonya
Purbaya menayampaikan, untuk mempercepat laju pemulihan
ekonomi, sangat dibutuhkan dukungan sektor perbankan melalui penyaluran kredit
ke sektor produktif dan mendorong penurunan suku bunga melalui sinergi
kebijakan di masing-masing otoritas, Kemudian, tidak kalah penting, dari sisi
konsumen masih perlu dijaga melalui stimulus fiskal khususnya untuk masyarakat
golongan ekonomi lemah.
“Meski demikian capaian tersebut mesti kita evaluasi bersama dan melakukan mitigasi bersama, ini penting untuk menjaga momentum stabilitas sistem keuangan. Terlebih pada tahun 2022 diperkirakan masih ada ketidakpastian disebabkan antara lain oleh pandemi yang belum usai dan munculnya varian baru omicron maupun tantangan ekonomi global,” ujarnya.