Jadi KRIS JKN, Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Mulai 2022
BPJS Kesehatan menghapus layanan kelas 1, 2, dan
3 pada 2022. Secara bertahap, BPJS Kesehatan mengubah layanan rawat inap yang
akan disetarakan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) JKN. Dengan kebijakan
tersebut, BPJS Kesehatan tidak akan membeda-bedakan kelas layanan kesehatan.
Mengutip dari laman resmi Dewan Jaminan Sosial
Nasional (DJSN) (12/12/2021), KRIS Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) adalah amanat Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). “Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka
kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar,” bunyi Pasal
23 ayat 4.
Konsep penerapan
KRIS adalah mengutamakan keselamatan pasien, letak ruang rawat inap berada di
lokasi yang tenang, aman, dan nyaman, ruang rawat inap harus memiliki akses
yang mudah ke ruang penunjang layanan lainnya, ruang rawat inap harus
dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit.
Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan Ungkap Pentingnya Sickness Benefit di Masa Pandemi
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien mengatakan,
KRIS BPJS Kesehatan ini
juga merupakan implementasi Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2021 Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, dan juga Pasal 36, 48, 84
terkait ketentuan pelayanan rawat inap kelas standar.
“PP 47 tahun 2021 dan adanya kebijakan KRIS JKN
tentunya akan berdampak pada pola tarif rumah sakit, standar akreditasi rumah
sakit, dan rencana implementasi KRIS itu sendiri," jelasnya dalam webinar Kelas Standar BPJS Kesehatan.
Muttaqien menegasakan dampak terhadap pola tarif
JKN adalah akurasi costing, tarif (overprice dan underprice), dan fairness tarif
INA CBGs. Konsekuensi PP 47 2021
tersebut adalah perbaikan pola tarif tidak berdasarkan Kelas RS dan kelas rawat
inap.
Baca juga: DJSN: Kunjungan Peserta JKN ke Faskes Menurun Selama Pandemi
“Tetapi tetap bisa dilakukan adjusment factor (kota-desa, pendidikan-non pendidikan), biaya
medis yang sama untuk PBI dan Non PBI, pada tahap transisi terdapat perbedaan
tarif rawat inap A dan rawat inap B dengan 12 kriteria, nilai tarif yang
rasional dan berkeadilan,” ucapnya.
Dilihat
dari sisi rujukan, konsekuensinya pola rujukan JKN akan berbasis kepada
kompetesi, sarana dan prasarana.
Oleh karena itu dibutuhkan pemetaan, kemampuan dan kompetensi rumah sakit dalam
pelayanannya.
Baca juga: Potret Jaminan Sosial Indonesia Sebelum dan Saat Pandemi Covid-19
Oleh karena itu,
untuk melihat kesiapan pelaksanaan infratstruktur di lapangan, DJSN melakukan self assessment secara daring kepada
1.916 rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Hasilnya, 81 persen
rumah sakit siap menerapkan KRIS JIKN.
"Hasil dari self assessment, 81 persen rumah sakit dikategorikan siap mengimplementasikan kebijakan KRIS JKN, meskipun diperlukan penyesuaian infrastruktur dalam skala kecil. Kami juga melihat kendala penyesuaian infrastruktur rumah sakit umumnya ditemui pada rumah sakit yang lebih dari 20 tahun masa guna," ujar Muttaqien.