Turun 3,3 Persen, Maybank Indonesia Raup Laba Bersih Rp1,06 Triliun
PT Bank
Maybank Indonesia, Tbk. (Maybank Indonesia)
mencatat perolehan laba bersih setelah pajak dan kepentingan non pengendali (profit after tax and minority interest/PATAMI)
sebesar Rp1,06 triliun pada pada September 2021. Perolehan laba bersih ini
turun 3,3 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Penurunan
laba bersih itu disebabkan adanya penyesuaian perhitungan pajak tangguhan atau
Deferred Tax. Sementara laba sebelum pajak (PBT) Maybank Indonesia
tercatat Rp1,48 triliun, naik sebesar 2,1 persen dari Rp1,45 triliun pada
periode yang sama tahun lalu didukung oleh penurunan biaya provisi, biaya dana
(cost of funds) dan overhead.
Net
Interest Income (NII), atau Pendapatan Bunga Bersih turun 4,7 persen menjadi
Rp5,35 triliun pada sembilan bulan pertama 2021, disebabkan karena pertumbuhan
kredit yang lebih rendah dan tren yield kredit (loan yield) yang menurun,
sejalan dengan penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia dan restrukturisasi
kredit nasabah yang sedang berlangsung akibat pandemi.
Baca juga: BI Terbitkan Pedoman Penyelenggaraan BI-FAST, Ini Detailnya
Namun
demikian, Net Interest Margin (NIM), atau Marjin Bunga Bersih naik 6 basis
point menjadi 4,8 persen pada September 2021, didukung oleh turunnya biaya dana
(cost of fund). Fee-based income turun 14,8 persen pada September 2021, disebabkan
oleh menurunnya pendapatan fee
transaksi Global Market.
Namun fee terkait Bancassurance bertumbuh 43,2
persen menjadi Rp152 miliar pada September 2021. Secara kuartalan, pendapatan
fee naik 4,8 persen menjadi Rp522 miliar per September 2021 dari Rp498 miliar
di kuartal sebelumnya.
Meskipun
pendapatan bunga kredit dan fee-based
income turun sebagai dampak dari pandemi yang masih berlanjut, laba sebelum
pajak (PBT) Bank masih dapat bertumbuh, didukung langkah proaktif Bank
sebelumnya, dengan mencadangkan provisi dan mengendalikan biaya overhead.
Baca juga: 75 Persen Konsumen Gunakan Perbankan Digital Sebagai Saluran Utama
Maybank
Indonesia juga mencatat rasio NPL (Konsolidasian) menjadi 4,6 persen (gross)
dan 2,9 persen (net) pada September 2021, disebabkan oleh penurunan kredit.
Meskipun demikian, Bank juga mampu menekan NPL kredit sebesar 4,2 persen.
Dari sisi
overhead, Bank berhasil mengendalikan
biaya overhead, yang tercatat turun
3,5 persen menjadi Rp4,26 triliun, didukung pengelolaan biaya yang
berkelanjutan di seluruh organisasi, sehubungan masih dilaksanakannya inisiatif
work from home selama pandemi.
Portofolio
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) CFS-Ritel, yang pada kuartal sebelumnya mengalami
fase pembalikan (turnaround), masih
bertumbuh positif sebesar 5,9 persen pada sembilan bulan 2021 menjadi Rp14,82
triliun dari Rp13,99 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Secara
kuartalan, KPR juga bertumbuh 2,8 persen dari Rp14,42 triliun di kuartal
sebelumnya.
Baca juga: BI Terapkan 7 Prinsip Perlindungan Konsumen
Total
simpanan nasabah tercatat turun 12,6 persen menjadi Rp101,88 triliun oleh
karena menurunnya Simpanan Berjangka (time
deposits) sebesar 19,9 persen. Hal ini selaras dengan strategi Bank untuk
mempertahankan likuiditas yang kuat dan basis pendanaan yang efisien dengan
mengurangi simpanan berbiaya tinggi.
Profil pendanaan Bank makin kuat, tercermin pada rasio CASA di level 44,7 persen dari total simpanan nasabah pada September 2021. Rasio tersebut meningkat dibanding 39,7 persen pada periode yang sama tahun lalu. CASA turun tipis 1,5 persen menjadi Rp45,54 triliun pada September 2021 dari periode yang sama tahun lalu.