Menanti Asa Para Pekerja ter-PHK
Awal
tahun biasanya dirayakan secara gembira oleh setiap orang, khususnya para
karyawan. Kabar kenaikan gaji tahunan menjadi penyejuk sekaligus harapan baru
perbaikan ekonomi keluarga. Namun, bukan kabar baik yang didapat Wahyudi, pria berusia
30 tahun asal Jakarta ini.
Pergantian
tahun justru menjadi kabar buruk. Dia terpaksa harus merelakan dirinya menjadi
salah satu dari puluhan karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Lemas, pasrah, dan bingung bercampur jadi satu di hari itu.
Diakuinya,
PHK tersebut membuatnya sangat terpuruk. Dengan sisa tabungan dan sedikit
pesangon PHK, dia berusaha untuk bertahan untuk menghidupi keluarga. Dia
memutuskan untuk banting tulang demi menghidupi keluarganya di rumah.
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan Naikkan Manfaat Program JKK dan JKM
Wahyudi adalah
salah satu contoh puluhan ribu orang yang terkena PHK akibat pandemi. Mereka
bertahan hidup dengan sumberdaya yang dipunya. Bantuan dari Pemerintah pun
sangat diharapkan untuk membantu perekonomian keluarga mereka.
Angin
segar pun akhirnya muncul. Pemerintah memberi asa pada orang yang ter-PHK
dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang
ditandatangani Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada 2 Februari 2021.
Dalam beleid tersebut, BPJS Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK
menjadi perpanjangan tangan Pemerintah dalam penyelenggaran program Jaminan
Kehilangan Pekerjaan (JKP). Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) adalah jaminan
yang diberikan kepada pekerja atau buruh yang mengalami PHK berupa manfaat uang
tunai, akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja.
Baca juga: Potret Jaminan Sosial Indonesia Sebelum dan Saat Pandemi Covid-19
Manfaat Program JKP
Ada tiga manfaat program Jaminan
Kehilangan Pekerjaan (JKP) BPJAMSOSTEK yang akan diterima. Pertama adalah
manfaat berupa uang tunai yang akan diterima setiap bulan selama paling banyak
enam bulan. Bantuan tunai itu diberikan setelah pekerja yang mengalami PHK
diverifikasi oleh BPJS Ketenagakerjaan dan memenuhi syarat sebagai penerima
manfaat JKP.
Peserta
akan menerima bantuan uang tunai itu sebesar 45 persen dari upah untuk tiga
bulan pertama. Kemudian, peserta akan menerima 25 persen dari upah untuk tiga
bulan kedua. Ada pun kategori upah Upah yang digunakan merupakan upah terakhir
yang dilaporkan dengan batas upah Rp5 juta.
Kedua
adalah manfaat akses informasi kerja, di mana penerima JKP akan mendapatkan
layanan dalam bentuk informasi pasar kerja dan bimbingan jabatan dalam bentuk
asesmen atau penilaian diri dan konseling karier.
Baca juga: Jumlah Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Masih Rendah
Manfaat lainnya adalah pelatihan
kerja. Penerima manfaat pelatihan kerja berbasis kompetensi kerja. Pelatihan
Kerja dilakukan melalui lembaga pelatihan kerja milik pemerintah, swasta, atau
perusahaan. (dapat diselenggarakan secara daring atau luring.
Syarat Penerima Program JKP
Untuk
bisa menjadi peneriman program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) BPJAMSOSTEK,
ada syarat utama yang harus dipenuhi seperti warga negara Indonesia dan usia
belum mencapai 54 tahun. Jadi tidak serta-merta semua korban PHK bisa menjadi
penerima program ini.
Selain
terdaftar sebagai peserta aktif BPJAMSOSTEK, peserta diwajibkan tertib iuran
BPJS Ketenagakerjaan selama 12 bulan dalam 24 bulan, di mana enam bulan dibayar
berturut-turut. Peserta dapat mengajukan program JKP sejak dinyatakan PHK
sampai dengan tiga bulan sejak ter-PHK.
Baca juga: Menaker Dorong Pekerja Informal Daftar BPJS Ketenagakerjaan
Pangajuan
program JKP BPJAMSOSTEK akan ditolak apabila tidak memenuhi kriteria penerima
manfaat. Kriteria itu antara lain mengundurkan diri, cacat total tetap, pensiun,
meninggal dunia, dan PKWT yang masa kerjanya sudah habis sesuai periode
kontrak.
Adanya Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) BPJAMSOSTEK ini menjadi asa baru bagi mereka yang ter-PHK. Sejatinya, program ini hadir untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat Pekerja kehilangan pekerjaan. Pekerja dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak saat terjadi risiko akibat pemutusan hubungan kerja seraya berusaha mendapatkan pekerjaan kembali.