Poin Penting UU HPP Mulai dari Pajak UMKM, Orang Pribadi Hingga NPWP

Poin Penting UU HPP Mulai dari Pajak UMKM, Orang Pribadi Hingga NPWP

Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) akhirnya disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada 7 Oktober 2021. Salah satu bagian penting dalam UU HPP adalah Pajak Penghasilan (PPh).

Tujuan utama dari reformasi PPh dalam UU HPP adalah membentuk sistem PPh yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum sehingga dapat memperluas basis pajak serta meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

“Upaya ini dilakukan dengan tetap menjaga keberpihakan terhadap kepentingan masyarakat luas dan dinamika perekonomian di masa depan,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu yang dilansir dari laman Kementerian Keuangan.

Baca juga: Tarif Baru Pajak Penghasilan Orang Pribadi Sesuai UU HPP

Di sisi penerimaan negara, lahirnya UU HPP juga menjadi pijakan dalam penguatan sistem perpajakan dalam pembangunan jangka panjang. asuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur, mendorong pemulihan ekonomi nasional, serta redistribusi pendapatan.

Sementara di sisi Pajak Penghasilan, upaya tersebut dilakukan melalui perbaikan kebijakan seperti insentif bagi Wajib Pajak (WP) UMKM, perbaikan progresivitas tarif PPh Orang Pribadi (OP), serta perbaikan administrasi. Di antaranya penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk WP OP.

1. Pajak UMKM

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menerangkan, UU HPP meningkatkan keberpihakan kepada WP UMKM. Hal ini dilakukan melalui pemberian insentif berupa batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atas peredaran bruto WP OP UMKM sampai Rp500 juta setahun. Artinya, WP OP UMKM yang memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta setahun tidak membayar PPh.

Baca juga: DJP dan Ditjen Dukcapil Bahas Kolaborasi Data NIK dan NPWP

Lebih lanjut, Suryo mengatakan bahwa WP Badan UMKM tetap mendapatkan fasilitas diskon tarif PPh 50 persen sesuai Pasal 31E UU PPh. Dukungan perpajakan ini diharapkan dapat meningkatkan daya tahan dan daya saing usaha UMKM di Indonesia.

2. Pajak Orang Pribadi

UU HPP memperbaiki tarif PPh OP dengan memperlebar rentang lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) untuk tarif PPh OP terendah (5 persen) dan menambah lapisan tarif PPh OP tertinggi (35 persen). Pemerintah menyepakati usulan DPR RI untuk memperlebar rentang lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) OP yang dikenai tarif PPh terendah (5 persen) dari Rp50 juta menjadi Rp60 juta.

Pemerintah tetap memberikan batasan PTKP bagi wajib pajak orang pribadi (WP OP) yang saat ini ditetapkan sebesar Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun untuk OP lajang, tambahan sebesar Rp4,5 juta setahun diberikan untuk WP yang kawin, dan tambahan sebesar Rp4,5 juta setahun untuk setiap tanggungan, maksimal 3 orang.

Baca juga: Mengenal 3 Jenis Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Dengan demikian, masyarakat dengan penghasilan sampai dengan Rp4,5 juta per bulan tetap tidak terbebani dengan PPh. Sementara masyarakat dengan penghasilan menengah beban pajak penghasilannya menjadi lebih ringan.

Di sisi lain, UU HPP juga menetapkan tarif PPh OP sebesar 35 persen untuk lapisan PKP di atas Rp5 miliar. Hal ini tentunya selaras dengan prinsip kemampuan bayar (ability to pay) atau gotong royong. Di mana masyarakat yang berpenghasilan rendah dilindungi, sedangkan yang berpenghasilan tinggi membayar pajak yang lebih tinggi.

3. NIK sebagai NPWP

Penggunaan NIK sebagai NPWP untuk WP OP merupakan langkah strategis pemerintah dalam melakukan reformasi basis data kependudukan yang terintegrasi dan terpadu. Penggunaan NIK sebagai nomor identitas perpajakan tidak menyebabkan seseorang secara otomatis dikenai PPh.

Hal ini karena ketentuan mengenai pemenuhan kriteria subjek dan objek PPh tetap berlaku, sehingga seseorang yang belum memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah PTKP tetap tidak dikenai PPh. PPh hanya dikenakan ketika penghasilan yang diperoleh telah melebihi PTKP.

Baca juga: Ini Syarat dan Cara Membuat NPWP Online

NIK tidak hanya digunakan untuk kebutuhan data perpajakan. Pemerintah telah memanfaatkan NIK sebagai data rujukan untuk pemberian berbagai bantuan sosial, antara lain Program Keluarga Harapan dan Program Kartu Sembako, bantuan yang diberikan bagi keluarga miskin dan rentan.

Dengan integrasi data tersebut, pemerintah dapat menyalurkan program-program produktif dan bantuan sosial lainnya dengan lebih tepat sasaran dan efektif dalam mencapai tujuannya. Selain reformasi PPh orang pribadi, UU HPP juga mengatur ulang tarif PPh badan yang semula direncanakan untuk turun menjadi 20 persen mulai tahun 2022 menjadi tetap 22 persen.

Tarif PPh Badan sebesar 22 persen masih kompetitif serta tetap kondusif dalam menjaga iklim investasi di Indonesia. Khususnya apabila dibandingkan dengan tarif PPh negara lain, seperti rata-rata negara ASEAN (22,17 persen), OECD (22,81 persen), Amerika (27,16 persen), dan G-20 (24,17 persen).

Baca juga: Aplikasi M-Pajak: Lebih Personal, Mudah, dan Cepat

Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) ini akan mulai diberlakukan pada tahun pajak 2022. Kemudian yang menyangkut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang baru akan mulai berlaku 1 April 2022.

“Jadi perubahan di PPN tidak berlaku pada tanggal 1 Januari 2022, namun 1 April 2022 dan memberikan waktu untuk kita terus memberikan komunikasi dan terus menyampaikan ke publik mengenai struktur dari PPN ini,” kata Menke Sri Mulyani.


Ichwan Hasanudin
ichwan.hasanudin
Oct. 18, 2021, 6:38 a.m.

Comments

Please log in to leave a comment.