IFC: Wirausaha Perempuan Adalah Penggerak Pertumbuhan E-Commerce
Laporan
baru International Finance Corporation (IFC) bertajuk 'Women and e-commerce in
Southeast Asia' menunjukkan, jika penjualan dari wirausaha
perempuan mencapai kesetaraan dengan wirausaha laki-laki pada 2025,
nilai pasar e-commerce di Asia
Tenggara dapat meningkat sebesar USD280 miliar antara 2025-2030.
Laporan
IFC diterbitkan ini dengan data dari Lazada dan dilakukan IFC dengan dukungan dari
Kantar Public. Penelitian dilakukan oleh Digital2Equal dan dijalankan bersama
dengan Komisi Eropa, yang mengumpulkan 17 perusahaan teknologi terkemuka yang
beroperasi di berbagai pasar online
global untuk meningkatkan peluang bagi perempuan di pasar negara berkembang.
Vice
President for Asia and Pacific International Finance Corporation Alfonso Garcia
Mora mengatakan, e-commerce di Asia
Tenggara mengalami perkembangan pesat. Sejak tahun 2015, e-commerce telah bertumbuh tiga kali lipat, dan diperkirakan akan
berkembang tiga kali lipat lagi.
Baca juga: Potensi Perempuan sebagai Penggerak Ekonomi Syariah
“Dalam
penelitian ini, IFC menunjukkan bahwa pertumbuhan e-commerce bisa lebih tinggi lagi jika kita berinvestasi pada wirausaha
perempuan di platform e-commerce,”
kata Alfonso dalam keterangan resminya, Rabu (14/7/2021)
Laporan
tersebut menunjukkan, bagaimana perempuan memainkan peran penting dalam ekonomi
digital. Sebelum pandemi, meski hanya sepertiga bisnis di Lazada Indonesia yang
dimiliki perempuan, mereka cenderung mengungguli rata-rata nilai penjualan (gross merchandise value – GMV)
laki-laki. Kontribusi perempuan terhadap total GMV di Lazada Indonesia hampir
50 persen.
Chief
Executive Officer Lazada Group dan Lazada Indonesia Chun Li mengatakan, Lazada
berkomitmen untuk menyediakan akses pengetahuan dan perangkat yang mudah bagi
wirausaha perempuan untuk terjun dan mendapatkan manfaat dari ekonomi digital.
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani: Partisipasi Perempuan di Pasar Keuangan Meningkat
“Di Asia
Tenggara, e-commerce menjadi
penyelamat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari setiap orang serta menjadi
poros strategi bisnis yang umum bagi vendor dan brand ketika bisnis offline
terdampak oleh protokol keselamatan COVID-19,” katanya.
Pandemi
mempengaruhi bisnis yang dimiliki perempuan, dan di Indonesia, bisnis
milik perempuan mengalami penurunan sebanyak 44 persen. Rata-rata pendapatan
kotor bisnis milik perempuan selama pandemi menurun dari yang rata-rata
berjumlah 164 persen dari pendapatan kotor laki-laki sebelum pandemi menjadi
sekitar 120 persen.
Penurunan tersebut membuat kontribusi GMV dari bisnis milik perempuan di Indonesia juga turun menjadi 36 persen selama pandemi. Namun, masih ada potensi besar dari bisnis milik perempuan untuk tumbuh di ranah digital dan platform e-commerce memiliki semua fitur, mulai dari akses digital hingga keterampilan bisnis, yang dibutuhkan wirausaha perempuan di Asia Tenggara untuk mengatasi tantangan dan menuju kesuksesan.