Larangan Mudik Lebaran Bisa Menjadi Peluang Bisnis Hotel
Sama seperti tahun lalu, pemerintah kembali melarang
masyarakat untuk mudik Lebaran mulai 6-17 Mei 2021.
Alasan utama dari kebijakan ini adalah untuk mendukung program vaksinasi dan
mencegah penyebaran Covid-19.
Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia
Ferry Salanto mengatakan, kebijakan pemerintah tersebut bisa menjadi peluang
meningkatkan okupansi bisnis perhotelan di Indonesia, terutama di Jakarta.
Baca juga: BI Terbitkan Ketentuan Pelonggaran LTV, FTV, dan Uang Muka
Khusus di Jakarta, Saat ini tingkat hunian hotel masih hampir
mendekati normal walaupun belum sepenuhnya sekitar 50 persen, di mana
okupansinya masih didominasi oleh sektor pemerintah yang mencapai 80 persen.
Sementara tingkat okupandi dari free independent traveler, bisa menyumbang sebesar 20 persen. “Tetapi
perlu diperhatikan juga bahwa free
independent traveler juga ikut meningkat di masa pandemi,” ungkap Ferri
dalam Colliers Virtual Media Briefing Q1 2021, Rabu (7/4/2021).
Harga Apartemen
Selain dampak larangan mudik Lebaran tahun ini, Ferry
memaparkan tren harga jual apartemen di wilayah DKI Jakarta pada kuartal pertama 2021
cenderung stagnan. Hal itu merupakan dampak dari penurunan perekonomian akibat pandemi
Covid-19 yang masih melanda saat ini.
Secara rata-rata, harga jual apartemen kuartal pertama 2021 di
Jakarta masih berada di angka RpRp35 juta per meter persegi. Data kuartal
pertama 2019, rata-rata harga apartemen sekitar Rp34,1 juta per meter persegi.
Sedangkan kuartal pertama 2018, harga apartemen rata-rata Rp32,9 juta per meter
persegi.
Pada Maret lalu, Pemerintah memberikan insentif relaksasi
pajak di sektor properti terutama bidang
perumahan. Insentif relaksasi yang diberikan berupa Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) atas penyerahan rumah tapak dan rumah susun yang ditanggung oleh
pemerintah (DTP) selama 6 bulan untuk masa pajak Maret hingga Agustus 2021.
Baca juga: Setahun Pandemi, Pencari Hunian Mulai Melirik Luar Jabodetabek
Mekanisme pemberian insentif menggunakan PPN yang ditanggung
pemerintah (DTP) dengan besaran 100 persen dari PPN yang terutang atas
penyedahan rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp2
miliar.
Namun, tanda-tanda adanya kenaikan dari sisi peminat pembeli
apartemen, terutama pada proyek-proyek apartemen yang sudah selesai
pembangunannya. “Proyek yang akan serah terima pada kuartal kedua atau ketiga
tahun ini, mereka akan mengejar keuntungan dari insentif tersebut,” ungkap
Ferry.
Ferry memperkirakan harga jual apartemen akan tetap stagnan dalam jangka waktu pendek karena masih banyak proyek properti apartemen yang belum selesai dan harus bersaing untuk mendapatkan insentif PPN. “Kalau Insentif berakhir, harga (apartemen) pasti akan naik,” jelasnya.