Dua Sosok ini Jadi Nama Menara Kembar Bank Indonesia Thamrin
Tentu semua orang sudah tahu gedung Bank Indonesia
(BI) yang berada di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Sebelum menjadi
seperti sekarang ini, dahulu hanya ada gedung lama Bank Indonesia yang merupakan
hasil desain Frederich Silaban. Proses pembangunan gedung ini memakan
waktu empat tahun mulai dari 1958 dan selesai pada tahun 1962.
Saat ini, gedung lama BI itu berada di bagian depan komplek
Bank Indonesia dan dibelakangnya terdapat dua menara kembar yang warnanya
kombinasi biru dan perak. Dua menara kembar ini merupakan hasil karya dari Ir.
Karnaya.
Namun, tahukah Anda kalau menara kembar Bank Indonesia ini
ternyata memiliki nama masing-masing. Dahulu, menara kembar Bank Indonesia
diberi nama Gedung A dan Gedung B. Namun pada 2015, Gedung A dan Gedung B
diberi nama dua sosok berjasa dalam sejarah keuangan di Indonesia.
Baca juga: Sejarah Rupiah dari Kelahiran Bank Indonesia sampai Era Jokowi
Dua sosok itu adalah Radius Prawiro dan Sjafruddin
Prawiranegara. Gedung A berubah nama menjadi Menara Radius Prawiro dan Gedung B
menjadi Menara Sjafruddin Prawiranegara. Siapa sebenarnya dua sosok ini?
Berikut profil singkat yang dikutip dari situs resmi Bank Indonesia.
Profil Radius Prawiro
Radius Prawiro lahir di Yogyakarta pada 29 Juni 1928 dan
meninggal di Munchen Jerman pada 26 Mei 2005 dalam usia 76 tahun. Beliau merupakan
nama gubernur Bank Indonesia yang memimpin bank sentral pada masa rehabilitasi
perekonomian tahun 1966-1973.
Prestasi Radius Prawiro saat memimpin BI adalah
keberhasilannya menurunkan inflasi yang mencapai 600 persen pada 1965 menjadi
di bawah 50 persen, bahkan hanya 2,5 persen di tahun 1971. Selain itu, beliau
melakukan terobosan dengan menggalakkan dua program tabungan di awal 1970an,
yaitu Tabungan Pembangunan Nasional (Tabanas) dan Tabungan Asuransi Berjangka(Taska).
Profil Sjafruddin Prawiranegara
Sjafruddin Prawiranegara adalah Presiden De Javasche Bank
(DJB) yang terakhir (1952-1953) sekaligus Gubernur BI yang pertama (1953-1958).
Beliau orang yang turut merintis pembentukan Bank Indonesia pada 1953 sebagai
hasil nasionalisasi dari DJB.
Salah satu hal yang menonjol dalam masa kepemimpinan Sjafruddin
Prawiranegara adalah keteguhan dan ketegasannya dalam menjalankan fungsi utama
bank sentral untuk menjaga stabilitas nilai rupiah dan keseimbangan moneter
internal dan eksternal.
Baca juga: Daftar Pecahan Uang Rupiah yang Akan Ditarik dari Peredaran
Sejarah Bank Indonesia
Sebelum pindah ke kawasan Thamrin, Bank Indonesia masih
berkantor di gedung peninggalan DJB di Jakarta Kota atau tepatnya di Jalan
Pintu Besar Utara No. 3 hingga tahun 1963. Gedung lama ini kemudian dikenal
dengan sebutan BI Kota (sekarang menjadi Museum Bank Indonesia).
Pada akhir tahun 1950-an, muncul rencana pembangunan gedung
baru di kawasan perkantoran yang dekat pusat pemerintahan. Gagasan pemindahan
gedung baru BI terkait dengan tuntutan organisasi yang terus maju, kebutuhan
fasilitas dan lahan yang lebih luas, serta untuk menjangkau visi ke depan.
Setelah lebih dari satu dekade sejak kepindahannya ke
Thamrin, BI menyusun sebuah Program Rencana Induk Kompleks Perkantoran Bank
Indonesia (Rikoperbi) yang merupakan gambaran pengembangan Kantor Pusat BI
dalam kurun waktu 10 tahunan ke depan.
Evaluasi Rikoperbi terbagi atas empat periode, yaitu Rikoperbi 1978, 1988, 1998, dan 2008 – 2009. Rencana Induk itu saat ini telah mewujud menjadi Komplek Perkantoran BI yang menempati area lahan yang dibatasi oleh jalan Thamrin, jalan Kebon Sirih, jalan Tanah Abang, dan jalan Budi Kemuliaan.