Kebijakan Countercyclical untuk Menjaga Perekonomian Nasional

Kebijakan Countercyclical untuk Menjaga Perekonomian Nasional

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan kebijakan stimulus untuk menjaga pertumbuhan perekonomian nasional sebagai kebijakan countercyclical dalam mengantisipasi down-side risk dari penyebaran virus Corona. Kebijakan ekonomi countercyclical sangat dibutuhkan saat ini dan ditujukan untuk melawan tren perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Dalam teori, kebijakan countercyclical didefinisikan sebagai kebijakan pro-aktif pemerintah guna mengatasi pergerakan siklus ekonomi yang ekstrim, bisa berupa booming maupun resesi. Dalam hal ini, OJK menyiapkan tiga langkah stimulus kebijakan, yaitu:

1. Relaksasi pengaturan penilaian kualitas aset kredit dengan plafon sampai dengan Rp10 milyar, hanya didasarkan pada satu pilar, yaitu ketepatan pembayaran pokok atau bunga, terhadap kredit yang telah disalurkan kepada debitur di sektor yang terdampak penyebaran virus corona.

Baca juga : Bank Indonesia Turunkan 7-Day Reverse Repo Rate Menjadi 4,75 Persen

2. Relaksasi pengaturan restrukturisasi kredit yang disalurkan kepada debitur di sektor yang terdampak penyebaran virus corona.

3. Relaksasi pengaturan ini akan diberlakukan sampai dengan satu tahun setelah ditetapkan, namun dapat diperpanjang bila diperlukan.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, kebijakan stimulus OJK ini diharapkan bisa memitigasi dampak pelemahan ekonomi global terhadap pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional. Perekonomian global masih akan dihadapkan dengan tantangan yang cukup besar.


Di tengah upaya memperbaiki kinerja perekonomian, selain peningkatan tensi geopolitik di Timur Tengah dan belum selesainya isu perang dagang antara AS dan Tiongkok, dunia juga dihadapkan pada kasus virus Corona yang dampaknya tidak dapat dikatakan kecil bagi perekonomian global.Salah satu dampak langsung dari perkembangan tersebut adalah ke perekonomian Tiongkok yang kontribusinya terhadap PDB dunia mencapai 16 persen.

Diperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan mencapai level terendah selama 29 tahun terakhir yang akan berdampak pula pada pertumbuhan perekonomian negara- negara mitra dagangnya. Dampak dari masih tingginya ketidakpastian perekonomian global juga tercermin di perekonomian domestik, terutama pada investasi dan kinerja eksternal yang cenderung melambat.

Baca juga :Januari 2020, Transaksi Non-Tunai Turun 0,76 Persen

Sementara itu, Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu terus didorong sehingga tetap berdaya tahan di tengah risiko tertundanya prospek pemulihan perekonomian dunia. Pada 2019, pertumbuhan ekonomi tetap baik yakni 5,02 persen, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian tahun 2018 sebesar 5,17 persen.

“Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi 2020 akan lebih rendah, yaitu menjadi 5,0 - 5,4 persen, dari prakiraan semula 5,1 - 5,5 persen, dan kemudian meningkat pada tahun 2021 menjadi 5,2-5,6 persen,” ungkap Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

Revisi prakiraan ini terutama karena pengaruh jangka pendek tertahannya prospek pemulihan ekonomi dunia pasca meluasnya Covid-19, yang memengaruhi perekonomian Indonesia melalui jalur pariwisata, perdagangan, dan investasi.

Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat sumber, struktur, dan kecepatan pertumbuhan ekonomi, termasuk mendorong investasi melalui proyek infrastruktur dan implementasi RUU Cipta Kerja dan Perpajakan.


Ichwan Hasanudin
ichwan.hasanudin
Feb. 27, 2020, 12:49 p.m.

Comments

Please log in to leave a comment.