Ini Skema Investasi Bodong MeMiles
Investasi bodong seakan tidak ada habisnya. Korbannya pun berasal dari berbagai kalangan. Iming-iming dapat memberi keuntungan selangit, justru membuat korbannya mengalami kerugian puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Terbaru adalah kasus investasi bodong MeMiles, sebuah aplikasi penyedia jasa iklan yang berkantor di kawasan Sunter, Jakarta Timur. Kasus ini terbongkar dari hasil kerja sama antara Patroli Siber Ditreskrimsus Kepolisian Daerah Jawa Timur bersama Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bukan main-main, selama delapan bulan beroperasi, MeMiles ini mampu menarik 264 nasabah. Dengan iming-iming memberi hadiah dan keuntungan besar, investasi bodong ini mampu meraup omzet Rp750 miliar dari nasabah pengguna aplikasi.
Baca juga : Kenapa Masih Banyak Orang yang Terjerat Pinjaman Online Ilegal?
Sebenarnya, Satgas Waspada Investasi OJK pada awal Desember 2019 telah memberi imbauan agar masyarakat tidak ikut dalam kegiatan yang dilakukan oleh entitas PT Kam And Kam (Memiles). Imbauan itu dikeluarkan karena entitas tersebut merupakan satu dari 182 kegiatan usaha yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat.
Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing menjelaskan, Memiles merupakan investasi bodong berkedok aplikasi penyedia jasa iklan. Dalam menjalankan investasi bodongnya itu, MeMiles menawarkan kemudahan top up dana investasi dengan imbalan hadiah yang besar. Modusnya setiap anggota bisa top up sejumlah dana dengan imbalan hadian tertentu.
Baca juga : Perlu UU Fintech untuk Mengatur Bisnis Pinjaman Online
Nilai top up dana pun bervariasi mulai dari Rp50 ribu sampai Rp200 juta. Hadiah yang diberikan juga disesuaikan dengan nilai top up tersebut. “Berbeda-beda hadiahnya bisa mulai dari ponsel, motor hingga mobil. Tergantung nilai top up-nya,” kata Tongam.
Skema Investasi Bodong MeMiles
Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah menerangkan, secara aturan pelaksanaan kegiatan fintech P2P lending, aktivitas MeMiles jelas melanggar aturan. Hal itu tercermin dari cara kerja MeMiles yang menggunakan skema Ponzi.
Dalam aturan kegiatan fintech P2P lending, skema Ponzi tidak boleh dilakukan. Alasannya, setiap perusahaan P2P lending dilarang menerima uang secara langsung dari nasabah atau anggotanya. “Maka dari itu, saya mengingatkan agar masayarakat berhati-hati dengan skema Ponzi ini,” ungkap Kuseryansyah.
Baca juga : OJK Kembali Menemukan 125 Fintech P2P Lending Ilegal
Skema Ponzi adalah modus investasi bodong yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya, bukan dari keuntungan yang diperoleh oleh individu atau organisasi yang menjalankan operasi ini.
Seperti dikutip dari laman investopedia.com, Skema Ponzi adalah penipuan investasi yang menjanjikan tingkat pengembalian tinggi dengan sedikit risiko bagi investor. Skema Ponzi menghasilkan pengembalian bagi investor awal dengan mengakuisisi investor baru. Cara ini mirip dengan skema piramida karena keduanya didasarkan pada penggunaan dana investor baru untuk membayar para pendukung sebelumnya.
Baca juga : Ini Jenis Keluhan Konsumen Soal Pinjaman Online Ilegal
Skema ini biasanya membujuk investor baru dengan menawarkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan investasi lain, dalam jangka pendek dengan tingkat pengembalian yang terlalu tinggi atau luar biasa konsisten. Kelangsungan dari pengembalian yang tinggi tersebut membutuhkan aliran yang terus meningkat dari uang yang didapat dari investor baru untuk menjaga skema ini terus berjalan.
Skema ponzi merupakan konsep investasi yang digagas dan dikembangkan oleh seseorang berkebangsaan Italia, yakni Charles Ponzi pada tahun 1920. Skema ini merupakan penipuan investasi di mana klien dijanjikan untung besar tanpa risiko. Perusahaan yang terlibat dalam skema ponzi memusatkan seluruh energinya untuk menarik klien baru guna melakukan investasi.