Pinjaman Online P2P Lending Harus Transparan dan Ramah Konsumen

Pinjaman Online P2P Lending Harus Transparan dan Ramah Konsumen

Perkembangan melalui financial technology (fintech) di Indonesia tidak dapat ditahan. Salah satu jenis fintech yang berkembang pesat adalah pinjaman online Peer to Peer (P2P) Lending. Namun yang disayangkan, maraknya pinjaman P2P Lending justru dimanfaatkan oknum untuk melakukan penipuan.

Salah satu ciri dari fintech pinjaman online adalah aktivitas transaksinya memungkinkan untuk tidak bertatap muka. Cara inilah yang membedakan dengan lembaga jasa keuangan dalam melakukan transkasi pinjaman.

Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, Indonesia adalah surganya untuk bisa mengoptimalkan fintech. Peluangnya sangat besar, tetapi ada resiko yang harus diantisipasi. Undang-Undang terdahulu memang tidak bisa memperkirakan perubahan jasa keuangan yang bergerak cepat seperti sekarang ini.

Baca juga : Mencari Titik Keseimbangan antara Fintech dan Perbankan

Melalui fintech pinjaman online seperti P2P Lending, setiap orang bisa meminjam uang dengan sangat mudah. Bukan hanya kemudahan proses, tetapi juga persyaratannya. Jika dilihat dari sisi manfaat, pinjaman online bisa menjadi saluran mencari pendanaan yang cepat bagi banyak orang. Pasalnya, masih banyak orang yang belum terlayani jasa keuangan konvensional seperti bank.

“Tapi, risikonya harus kita mitigasi, sehingga kita sudah mengeluarkan POJK yang mengatakan seluruh perusahaan fintech itu harus mengikuti guiding principal kita yang intinya dia (perusahaan fintech) harus transparan,” katanya dalam seminar Mencari Format Fintech yang Ramah Konsumen di Gedung Bursa Efek Indonesia (16/7/2019).


Wimboh menilai, kehadiran pinjaman online P2P Lending ini bisa dimanfaatkan secara bijak oleh semua orang. Namun, yang perlu dijaga adalah adalah bagaimana menjaga ekosistem ini saling menguntungkan antara fintech dan konsumennya. 

Baca juga : Apa Keuntungan dan Risiko dari Pinjaman Online?

Untuk itu, OJK memberi aturan main agar fintech pinjaman online bisa berkembang dan memberi manfaat. Salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi. Agar lebih fleksibel ruang geraknya, OJK juga melibatkan Asosiasi Fintech Indonesia untuk membuat self-regulatory organization dengan menerbitkan kode etik bagi perusahaan fintech.

Potensi Pinjaman Online P2P Lending

Potensi perkembangan pinjaman online P2P Lending di Indonesia punya modal besar untuk mendukung perkembangan industri fintech. Modal tersebut antara lain, 52 juta orang masuk dalam kategori middle class (consuming class), total pengguna internet sebanyak 150 juta orang atau tumbuh 13 persen dengan penetrasi mencapai 56 persen, persentase pengguna mobile banking mencapai 61 persen, dan jumlah milenial semakin banyak mencapai 88 juta jiwa.


Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Mei 2019, total pinjaman online P2P Lending mencapai 113 entitas. Total akumulasi pinjaman yang telah disalurkan mencapai Rp41,04 triliun atau naik 81,06 persen year to date (ytd).

Sementara itu, nilai outstanding pinjaman naik 64,93 persen (ytd) menjadi Rp8,32 triliun. Angka tersebut dikontribusi dari jumlah penerima pinjaman yang naik 100,72 persen (ytd) sehingga jumlah penerima pinjaman per Mei 2019 mencapai 8,75 juta nasabah.

Baca juga : DANA Dorong Sinergi Fintech dengan Perbankan

Wimboh menerangkan, kehadiran teknologi finansial menciptakan transformasi di sektor jasa keuangan. Bentuk transformasi keuangan dengan memaksimalkan teknologi dalam beberapa bidang jasa pelayanan keuangan seperti jasa layanan perbankan konvensional melalui front office menjadi digital banking (mobile banking atau internet banking), penyaluran pinjaman dari perbankan menjadi fintech P2P Lending dan crowdfunding.

Fintech juga sudah mengubah jasa layanan asuransi konvensional dan via broker menjadi insurtech dan futuready, jasa layanan investasi konvensional menjadi online trading, investasi via marketplace, pembayaran dengan uang kertas atau logam menjadi e-money atau fintech payment, fiat money yang bertransformasi menjadi central bank digital currency.


Ichwan Hasanudin
ichwan.hasanudin
July 19, 2019, 2:58 p.m.

Comments

Please log in to leave a comment.