Fundamental Ekonomi Indonesia Membaik Dorong Pelaku Investasi
Sebagai emerging
market, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menarik pelaku
investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Namun secara umum, investasi akan terpengaruh dari kondisi ekonomi dalam negeri. Sedangkan perekonomian Indonesia
sedikit banyaknya akan terpengaruh dari gejolak ekonomi global.
Direktur Indosterling Aset Manajemen Fritzgerald Steven Purba mengatakan, setidaknya ada dua faktor yang memengaruhi iklim investasi di Indonesia. Kedua faktor faktor tersebut, yaitu eksternal dan internal. Tekanan ekternal ini lebih banyak dari The Fed, bank central Amerika Serikat. Pada tahun 2018 menjadi tahunnya The Fed, di mana menaikkan suku bunganya yang dampaknya sangat dirasakan Indonesia.
Baca juga : Apa Dampak Pepindahan Ibu Kota terhadap Iklim Investasi?
Namun, di tahun ini ada ketidakpastian dari The Fed mengenai
penetapan tingkat suku bunga Amerika. Apabila Amerika menaikkan tingkat suku
bunganya, maka justru akan membawa dampak buruk bagi negara tersebut. “Melihat kondisi
saat ini, ada probability The Fed akan
memotong rate,” kata Steven dalam diskusi
IndoSterling Forum bertajuk bertajuk Memprediksi Iklim Investasi Pasca Pilpres
2019 di Gedung DPR RI, Senayan, Kamis (16/5/2019).
Selain itu, faktor eksternal juga dipengaruhi perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang kembali memanas. Secara langsung, kondisi trade war kedua negara ini memengaruhi ekonomi secara global. Apabila kondisi ini terus terjadi, diperkirakan sampai 2024 akan merasakan tren penurunan pertumbuhan.
Baca juga : Bagaimana Iklim Investasi Indonesia di Tahun Politik?
Trade war ini akan
memberi dampak pada harga-harga komoditas andalan (commodity price) dalam negeri yang bisa cenderung mengalami penurunan.
Dengan begitu, Indonesia sudah tidak bisa mengharapkan pemasukan devisa dan
keuntungan ekspor komoditas andalan tersebut.
"Dampak terjadi pada harga komoditas ekspor andalan seperti minyak bumi, CPO, batubara, dan komoditas andalan lainnya. Harganya cenderung turun dan Ini akan menjadi kelemahan untuk pemasukan ekspor dan komoditas ekspor ini ke depannya sudah tidak bisa diharpakan.
Harga komoditas itu cenderung akan membuat neraca transaksi berjalan (current account deficit) Indonesia semakin melebar. Current account deficit (CAD) ini berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi negara. Jadi, bila menginginkan pertumbuhan pada level tertentu, tentu CAD ini akan melebar juga. “Current account deficit posisinya lebih tinggi dibandingkan negara tetangga kita. Tetapi kita tertinggal jauh dari Thailand sama Malaysia, di mana Thailand berhasil menjadi sentra manufaktur yang menjadi andalan negara ini,” terang Steven.
Namun, dalam neraca transaksi berjalan tersebut, tenyata
impor barang modal yang diharapkan berhasil meningkatkan pertumbuhan. Di sisi
lain, ada keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan harga-harga dan kestabilan
inflasi yang cenderung menurun. Kondisi ini diterjemahkan Bank Indonesia (BI)
sebagai selisih.
“Saat ini. BI rate masih
ditahan enam persen. Dengan inflasi yang menurun, BI sebetulnya memiliki ruang
untuk memotong. Tetapi menurut hemat kami, BI akan tertahan,” ucap Direktur
Indosterling Aset Manajemen ini.
Steven berkesimpulan, kondisi terkini fundamental Indonesia dinilai
masih baik. Namun, dalam pergerakannya lebih banyak dipengaruhi faktor
eksternal seperti suku bunga The Fed dan Perang dagang China-Amerika.
Baca juga : Bagaimana Peluang Investasi Emas di Tahun Babi Tanah
Investasi infrastruktur di Indonesia berpotensi mengalami
pertumbuhan sekitar tujuh persen tapi masih membutuhkan lebih banyak lagi
dorongan. Potensi pertumbuhan tujuh persen ini potensi meningkatkan kapasitas, buka
pasar, mau pun peluang baru, menurunkan biaya logistik, dan akhirnya akan menuju
memuaskan pelaku investasi.
Sementara investor yang berasal dari dana tabungan
berpotensi meningkatkan ketersediaan dana bagi investasi di masa mendatang. Selain itu, inftrastruktur fisik dan soft infrastructure juga memerlukan perhatian
serius dari pemerintah.